Shih Huang
Ti (juga terkenal dengan julukan Ch'in Shih Huang Ti) dilahirkan tahun 259 SM
dan wafat tahun 210 SM. Untuk memahami arti penting pribadinya, kita perlu
mengetahui dulu latar belakang historis masanya. Dia lahir di penghujung tahun
dinasti Chou yang didirikan sekitar 1100 SM. Berabad sebelum masanya, dinasti
Chou sudah kehilangan keampuhannya selaku penguasa, dan Cina terpecah belah
menjadi banyak sekali negara-negara feodal.
Pelbagai
raja-raja feodal ini tak henti-hentinya bertempur satu sama lain, dan lambat
laun beberapa penguasa kecil melenyap. Salah satu dari negeri terkuat yang
selalu baku hantam itu Ch'in, di bagian Cina sebelah barat. Pemimpin-pemimpin
kerajaan Ch'in menganut mazhab filosofis legalis yang dijadikan dasar negara.
Kong Hu-Cu menganjurkan agar penduduk diperintah lewat contoh suri teladan
akhlak dari pemimpinnya. Tetapi, menurut mazhab filosofi legalis, rakyat tidak
cukup baik diperintah lewat cara yang ditunjukkan Kong Hu-Cu, karena itu tidak
mungkin ditrapkan. Mendingan, rakyat itu diawasi ketat lewat aturan-aturan
keras dan dipaksa tanpa pandang bulu. Hukum dan aturan digariskan oleh penguasa
dan penguasa dapat mengubah kalau dia pandang perlu untuk kepentingan politik
masa depan negeri.
Bisa jadi
akibat berpegang pada ide legalis, bisa jadi juga karena letak posisi
geografisnya, atau bisa jadi berkat kemampuan kepemimpinan Ch'in, negeri itu
menjadi negeri paling kuat diantara negeri-negeri kerajaan di Cina pada saat
Cheng (keturunan Shih Huang Ti di masa depan) lahir. Secara simbolis Cheng naik
tahta pada tahun 246 SM pada umur tigabelas tahun tetapi dalam praktek sebuah
dewan memegang pemerintahan hingga Cheng cukup dewasa di tahun 238 SM. Raja
baru itu mengangkat jendral-jendral yang berkemampuan dan dengan semangat berkobar-kobar
mengganyang negeri-negeri feodal yang masih tinggal. Negeri feodal terakhir
rontok tahun 221 SM dan sesudah itu dia bisa memproklamirkan diri selaku Wang
(raja) seluruh Cina. Sekedar memberi bobot, dalam rangka usahanya memutus
hubungan dengan masa lampau, dia memakai gelar baru dan menyebut dirinya Shih
Huang Ti yang maknanya "Kaisar pertama."
Shih Huang
Ti segera bergegas melakukan perubahan-perubahan besar. Berdasar tekad mencegah
cerai-berainya lagi Cina yang telah merusakkan kerajaan Chou, dia memutuskan
menghapus habis seluruh sistem pemerintahan feodal. Wilayah yang dikuasainya
dibagi-baginya menjadi 36 propinsi, dan pada tiap propinsi diangkat seorang
gubernur sipil yang langsung ditunjuk oleh kaisar. Shih Huang Ti mengeluarkan
dekrit bahwa gubernur propinsi tidaklah lagi berdasar keturunan. Akibat dari
keputusan ini, terjadilah kebiasaan memindah-mindahkan gubernur dari satu
propinsi ke propinsi lain untuk mencegah kemungkinan timbulnya pejabat daerah
yang ambisius dan menyusun basis kekuatan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Tiap propinsi juga punya pimpinan militer, ditunjuk oleh kaisar dan
sewaktu-waktu bisa dipindah kapan saja dia berkenan. Di samping itu ditunjuknya
pula pejabat ketiga untuk memelihara keseimbangan antara gubernur sipil dan
gubernur militer. Dia membangun jalan raya yang panjang dan rapi menghubungkan
ibukota dengan kota-kota propinsi. Jalan raya itu dibangun sedemikian rupa --di
samping arti ekonomisnya-- juga sewaktu-waktu dapat digunakan untuk gerakan
tentara pusat ke daerah-daerah yang kalau-kalau banyak tingkah dan coba-coba
bikin ulah yang bisa mengganggu keutuhan dan kestabilan kekuatan pusat. Shih
Huang Ti pun tak lupa mengumumkan aturan bagi aristokrat-aristokrat lama yang
masih hidup harus menetap di ibukota Hsieng yang dengan maksud supaya mereka
dapat dengan mudah diawasi gerak-geriknya.
Tetapi,
Shih Huang Ti tidaklah puas hingga di situ. Dia tidak puas hanya sampai urusan
persatuan politik dan militer semata, tetapi juga berusaha menggalang kesatuan
ekonominya. Dia menentukan norma-norma ukuran baik untuk berat timbangan maupun
panjang sesuatu barang. Dia menetapkan standar mata uang, macam-macam
peralatan, lebar serta panjang kendaraan dan mengawasi konstruksi jalan raya
dan saluran-saluran air. Dan dia juga menetapkan sistem hukum yang seragam
untuk seluruh Cina berikut standar bahasa tulisan.
Perbuatan
kaisar yang paling termasyhur (atau barangkali yang paling tidak populer)
adalah peraturan yang dikeluarkannya tahun 213 SM yang mengharuskan bakar semua
buku di Cina, kecuali buku-buku yang berkaitan dengan masalah pertanian,
kedokteran, catatan sejarah mengenai negara Ch'in dan buku-buku falsafah yang
ditulis oleh pengarang-pengarang penganut faham legalis. Selebihnya --tidak
kecuali buku-buku doktrin Kong Hu-Cu-- mesti dimusnahkan. Dengan dikeluarkannya
aturan yang kelewatan ini mungkin merupakan contoh pertama adanya sensor
besar-besaran dalam sejarah. Dia bermaksud melabrak habis filosofi-filosofi
lawannya, khususnya faham Kong Hu-Cu. Tetapi, Shih Huang Ti memerintahkan
mengkopi buku-buku yang dilarang dan disimpan di perpustakaan di ibukota.
Politik
luar negerinya tak kurang keras serta kuatnya. Dia melakukan penaklukan di
bagian selatan Cina, dan daerah-daerah yang ditaklukkan dimasukkan ke dalam
wilayah Cina. Juga di utara dan di barat pasukannya berhasil, namun dia tidak
mampu menundukkan penduduknya secara permanen. Untuk mencegah jangan sampai
mereka menyerang Cina, Shih Huang Ti menghubungkan pelbagai dinding lokal yang
memang sudah ada di perbatasan Cina utara sehingga menjadi jalur tembok
raksasa. Tembok besar Cina itu masih utuh terdapat hingga kini. Konstruksi
proyek ini berikut pertempuran-pertempuran dengan pihak luar, membebankan
penduduk dengan pajak tinggi, dan ini membuatnya tidak populer. Karena
pemberontakan melawan pemerintahan tangan besinya tidak mungkin, serangkaian
perbuatan dilakukan orang untuk menghabiskan nyawanya. Tetapi, tak satu pun
usaha pembunuhan ini yang berhasil, dan Shih Huang Ti mati secara wajar tahun
210 SM.
Kaisar digantikan putera keduanya bergelar Erh Shih Huang
Ti. Tetapi, sang anak tidak memiliki kemampuan sang ayah, karena itu beberapa
pemberontakan pun meletus. Dalam tempo empat tahun dia terbunuh. Perpustakaan
kerajaan dibumihangus, dan dinasti Ch'in sepenuhnya ditumbangkan.
Namun,
karya usaha Shi Huang Ti yang sudah dirampungkannya bukanlah hal yang percuma.
Orang Cina memang bersenang hati pemerintahan tiraninya sudah berakhir, tetapi,
ada sebagian kecil yang berhasrat kembali ke suasana anarki seperti masa lampau.
Dinasti berikutnya (dinasti Han) meneruskan sistem dasar administratif yang
ditegakkan oleh Ch'in Shih Huang Ti. Dan memang dalam kenyataannya, sepanjang
dua puluh satu abad kekaisaran Cina melanjutkan garis-garis yang sudah
diletakkan. Meskipun sistem hukum Ch'in yang keras segera dilunakkan oleh para
kaisar dinasti Han, dan biarpun keseluruh filosofi legalis sudah dijauhi dan
Confucianisme menjadi lagi falsafah negara, penyatuan politik dan kultural yang
sudah dibangun oleh Shih Huang Ti tidaklah luntur.
Secara
keseluruhan, makna penting Shih Huang Ti untuk Cina sudahlah terang benderang.
Orang-orang Barat senantiasa terpukau oleh besarnya ukuran Cina, tetapi umumnya
sepanjang sejarah sebenarnya tidaklah lebih besar penduduknya ketimbang Eropa.
Perbedaannya adalah, Eropa senantiasa terpecah-pecah menjadi negara kecil-kecil
sedangkan Cina dipersatukan menjadi sebuah negeri besar. Perbedaan ini tampak
berkat faktor-faktor politik dan sosial, bukannya lantaran faktor geografi,
misalnya dalam hal jarak panjang pegunungan di Cina tidaklah banyak beda dengan
apa yang ada di Eropa. Karuan saja, penyatuan Cina tidaklah bisa dianggap
semata-mata kerja Shih Huang Ti seorang. Banyak orang --misalnya Sui Wen Ti--
juga memainkan peranan penting, tetapi tidaklah perlu diragukan lagi Shih Huang
Ti yang paling penting dari yang penting. Dialah titik sentralnya.
Berbicara
tentang Shih Huang Ti tidaklah tuntas sempurna tanpa menyebut-nyebut perdana
menterinya yang cerdas dan hebat, Li Ssu. Memang, begitu pentingnya pengaruh Li
Ssu terhadap pengambilan keputusan kaisar sehingga sulit membedakan mana yang
lebih menentukan diantara keduanya menyangkut perubahan-perubahan besar yang
terjadi. Untuk terhindar dari kesulitan tilik sana tilik sini, saya menetapkan
semua jasa-jasa perbuatan gabungan mereka kepada Shih Huang Ti. (Lagi pula,
biarpun Li Ssu mengajukan nasehat, kata terakhir ada pada kaisar).
Shih Huang
Ti, antara lain akibat perbuatan membakar buku-buku, dikutuk oleh umumnya
penulis-penulis berfaham Kong Hu-Cu di belakang hari. Mereka mengutuknya
sebagai tiran, kedukun-dukunan, penuh takhyul, jahanam, anak sundal dan
berkemampuan kepalang tanggung. Sebaliknya, Cina Komunis umumnya memujanya
selaku pemikir progresif. Penulis-penulis Barat kadangkala membandingkan Shih Huang
Ti dengan Napoleon. Tetapi, tampaknya dia lebih mirip dengan Augustus Caesar,
pendiri kekaisaran Romawi. Empirium yang mereka dirikan sedikit banyak punya
kemiripan dalam ukuran luas daerah dan jumlah penduduk. Bedanya, empirium
Romawi berdiri jauh lebih singkat dan daerah yang diperintah oleh August Caesar
tidak mampu dipersatukan dalam jangka waktu lama. Tidaklah demikian pada Shih
Huang Ti. Itu sebabnya Shih Huang Ti lebih punya pengaruh ketimbang Augustus
Caesar.
Sumber
:
Seratus
Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah (Michael H. Hart, 1978)
Terjemahan
H. Mahbub Djunaidi, 1982. Terbitan PT. Dunia Pustaka Jaya