Permintaan yang mendesak dari Lama(1) di
Selatan sampai kepada Lama
Agung di Utara. Ia meminta
seorang rahib vang bijak dan suci untuk
membimbing hidup rohani
para calon rahib. Setiap
orang heran bahwa Lama Agung mengirimkan sampai lima orang.
Orang yang bertanya-tanya dijawabnya demikian: 'Untung jika
salah satu dari lima rahib itu akhirnya sampal kepada
Lama di Selatan.'
Para rahib itu sudah
menempuh perjalanan selama
beberapa hari, ketika seorang
kurir menghampiri mereka. Katanya: 'Imam di desa kami
meninggal. Kami membutuhkankan seorang pengganti.' Desa
itu rupanya makmur dan menarik; lagi pula penghidupan Imam amat
terjamin. Salah seorang rahib merasa terdorong untuk menggembalakan umat.
'Aku bukan murid Buddha sejati,' katanya, 'kalau aku tidak tinggal
di sini untuk melayani mereka.' Maka ia tidak
melanjutkan perjalanannya.
Beberapa hari kemudian tibalah mereka di Istana seorang raja yang
tertarik kepada salah seorang
rahib. Tinggallah di sini,'
kata raja, 'dan
aku akan memberikan
puteriku kepadamu. Jika aku mati, engkaulah yang akan mengganti
aku
menduduki tahta
kerajaan.' Hati rahib tertarik pada sang puteri yang cantik
dan pada
tahta kerajaan. Ia
berkata: 'Apakah ada kesempatan
yang lebih baik untuk meningkatkan peri kehidupan rakyat di sini daripada
menerima kedudukan
raja?
Aku bukan murid Buddha sejati kalau aku tidak menerima kesempatan ini
untuk mengabdi agama.'
Ia tidak berjalan terus.
Tiga orang yang masih sisa meneruskan perjalanan. Pada suatu malam,
di sebuah daerah
pegunungan, mereka menginap
di sebuah gubuk yang hanya didiami oleh seorang gadis manis. Ia menerima
mereka dengan ramah. Ia bersyukur
kepada Tuhan, karena Ia
telah mempertemukannya dengan
para rahib ini. Orangtua gadis itu dibunuh perampok dan ia tinggal
sendirian penuh ketakutan. Di
pagi harinya, pada waktu mereka mau berangkat, seorang
rahib berkata: 'Aku akan tinggal bersama
gadis ini. Aku
bukan murid Buddha
sejati, kalau tidak berbelas-kasih
pada sesama.' Ia orang ketiga yang berhenti.
Dua orang sisanya
akhirnya tiba di
sebuah kampung kaum Buddha.
Mereka terkejut ketika
mengetahui bahwa semua penduduk meninggalkan
agamanya dan kini
ada di bawah pengaruh seorang
guru Hindu. Rahib yang seorang berkata: 'Demi umat
yang malang ini
dan demi Buddha,
aku harus tinggal di
sini dan mengembalikan
mereka ke jalan yang benar.'
Dialah orang terakhir yang berhenti.
Rahib yang kelima akhirnya sampai di biara Lama di Selatan. Nah, bagaimanapun juga, Lama Agung
dari Utara memang benar.
Beberapa tahun yang
lalu aku bertekad
mencari Tuhan. Berkali-kali aku
berhenti di jalan. Selalu maksudku sangat mulia:
untuk memperbaharui ibadah, untuk merombak susunan Gereja, untuk
meningkatkan tafsir Kitab Suci, untuk
membuat teologi lebih berarti bagi orang jaman kita.
Sayang, lebih mudah
menenggelamkan diri dalam
karya keagamaan, dalam karya
apa pun, daripada
bertahan terus mencari Tuhan.
--------
[1]
Lama: sebutan bagi bhiksu dan pendeta Buddha di Tibet
Sumber :
(Burung
Berkicau, Anthony de Mello SJ, Yayasan
Cipta Loka Caraka, Cetakan 7,
1994)